Menggali Musik dalam Film, Seberapa Mahal OST dan Backsound Dibuat?

 

Menggali Musik dalam Film, Seberapa Mahal OST dan Backsound Dibuat?
Ilustrasi. Sumber: Pixabay/ AndNowProjekt

KitaNKRI.com - Industri perfilman tidak hanya bergantung pada visual dan narasi, tetapi juga pada kekuatan musik yang menyertainya. Menggali musik dalam film menjadi bab yang penting untuk diketahui.


Dilansir dari https://musikonline.id/, musik dalam film berfungsi lebih dari sekadar pelengkap, melainkan elemen naratif yang mampu menggiring emosi penonton.


Namun, di balik dentingan melodi dan irama dramatis, tersembunyi proses produksi yang kompleks dan biaya yang tidak sedikit.


Dalam industri kreatif, terutama perfilman nasional dan internasional, kehadiran musik latar atau soundtrack (OST) menjadi bagian penting dalam membangun atmosfer cerita.


Produksi musik film, baik yang berupa lagu tema utama maupun backsound instrumental, memerlukan keterlibatan banyak pihak mulai dari komposer, arranger, hingga orkestra atau musisi profesional.


Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk produksi musik ini tidak hanya berkaitan dengan kualitas, tetapi juga dengan nilai artistik serta hak distribusi dan lisensi.


Berdasarkan penelusuran dari sejumlah rumah produksi di Indonesia, pembuatan satu komposisi musik film bisa menghabiskan dana mulai dari belasan juta hingga ratusan juta rupiah.


Kisaran ini sangat bergantung pada siapa komposer yang dilibatkan, alat musik yang digunakan, serta kompleksitas dari aransemen yang dibuat.


Film-film komersial besar seperti “Habibie & Ainun”, “KKN di Desa Penari”, hingga “Gundala” mencatatkan anggaran produksi musik yang mencapai 300 hingga 500 juta rupiah untuk keseluruhan proyek.


Angka tersebut meliputi honor komposer, biaya rekaman di studio profesional, serta pengurusan hak cipta dan royalti bagi musisi yang terlibat.


Tidak hanya itu, untuk film yang mengincar pasar internasional, produksi musik seringkali dilakukan di luar negeri, dengan melibatkan orkestra asing demi mengejar standar kualitas sinematik global.


Langkah ini tentu memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit, termasuk akomodasi, sewa studio, hingga jasa mixing dan mastering internasional.


Banyak produser film melihat investasi di sektor musik sebagai bagian dari strategi branding jangka panjang.


Sebuah lagu tema yang kuat dan mudah diingat dapat hidup lebih lama dari film itu sendiri, memperpanjang masa tayang secara emosional di benak penonton.


Contohnya, lagu “Cinta Sejati” dari film “Habibie & Ainun” tidak hanya mendongkrak popularitas filmnya, tetapi juga mencetak pendapatan melalui platform streaming musik.


Selain pembuatan dari nol, beberapa rumah produksi juga membeli lisensi lagu populer untuk digunakan dalam film mereka.


Biaya lisensi ini bervariasi, tergantung pada popularitas lagu dan pemilik hak cipta.


Untuk lagu internasional, lisensi satu lagu bisa mencapai puluhan ribu dolar Amerika, sementara lagu lokal bisa ditawar lebih murah namun tetap menuntut kejelasan legalitas.


Di luar pembuatan lagu utama, produksi musik latar atau backsound juga memakan waktu dan biaya signifikan.


Backsound tidak hanya dibuat satu kali, tetapi disesuaikan dengan adegan demi adegan, menciptakan mood yang berubah sesuai dinamika cerita.


Para sound designer bekerja sama dengan komposer untuk menyesuaikan intensitas musik dengan efek visual dan dialog film.


Menurut pengakuan beberapa profesional di industri ini, proses scoring film membutuhkan waktu antara 2 hingga 6 minggu tergantung durasi dan genre film.


Film horor, misalnya, memerlukan detail musik latar yang lebih kompleks dibandingkan film komedi karena harus mengatur timing efek kejut secara presisi.


Sementara itu, di film bergenre drama, backsound lebih banyak bermain dengan emosi, sehingga membutuhkan sentuhan musik yang lebih subtil namun mendalam.


Tren belakangan ini menunjukkan peningkatan penggunaan musik digital berbasis artificial intelligence (AI) untuk menekan biaya produksi.


Meski demikian, penggunaan AI masih belum bisa sepenuhnya menggantikan sensitivitas emosional dari karya komposer manusia.


Kualitas dan keaslian musik buatan AI masih kerap dianggap kurang memberikan kedalaman yang dibutuhkan untuk mendukung adegan-adegan emosional dalam film.


Meski biaya produksi musik film tergolong tinggi, para produser menganggapnya sebagai investasi tak terpisahkan demi menghadirkan pengalaman sinematik yang utuh.


Tanpa musik yang tepat, film bisa kehilangan nyawanya.


Penonton mungkin tidak akan ingat dialog tertentu, tapi nada musik yang tepat bisa melekat dalam memori sepanjang waktu.


Dalam dunia perfilman, musik bukan sekadar pengiring, tapi bagian dari penceritaan itu sendiri.


Dengan proses kreatif yang melibatkan banyak elemen, mulai dari ide awal, komposisi, orkestrasi, hingga pascaproduksi, biaya besar yang dikeluarkan untuk musik film memang sebanding dengan dampaknya.


Bagi pembuat film yang sadar akan pentingnya kualitas, musik bukanlah pos yang bisa dikorbankan.***

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak